Oleh : Muh. Dliyaul Haq, S.Pd.
Guru SDN Perdopo 02 Kec. Gunungwungkal, Kab. Pati
Dalam beberapa tahun terakhir, literasi menjadi isu krusial yang terus diangkat dalam diskursus pendidikan di Indonesia. Berbagai survei dan kajian menunjukkan bahwa literasi masyarakat kita masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Literasi, sebagaimana didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah kemampuan menulis dan membaca. Namun, literasi sesungguhnya memiliki cakupan yang lebih luas, mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi dalaam berbagai bentuk. Menurut kamus daring Merriam-Webster, literasi bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan seseorang untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual, digital, maupun tekstual. Dengan demikian, literasi bisa dipahami sebagai keterampilan fundamental dalam berinteraksi dengan informasi, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun teknologi.
Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh UNESCO, memiliki indeks minat baca yang sangat rendah, hanya sebesar 0,001%. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang rajin membaca. Fakta ini diperkuat oleh hasil PISA 2022 yang dirilis pada Desember 2023, di mana skor kemampuan membaca siswa Indonesia hanya berada di angka 359, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 469. Kondisi ini mencerminkan rendahnya tingkat literasi bangsa kita dan menggambarkan bahwa peningkatan kemampuan literasi merupakan kebutuhan yang mendesak.
Untuk memperbaiki situasi ini, strategi komprehensif diperlukan guna meningkatkan literasi di kalangan generasi muda Indonesia, kusunya di lingkungan sekolah dasar. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan memahami karakteristik setiap siswa. Setiap siswa memiliki kebutuhan dan preferensi yang berbeda dalam hal belajar. Dengan menyediakan bahan bacaan yang relevan dan menarik bagi minat mereka, dharapkan minat baca siswa dapat meningkat. Jika seorang siswa tertarik pada topik tertentu, mereka akan lebih terdorong untuk mengeksplorasi lebih jauh melalui bacaan. Selain itu, pengenalan gaya belajar yang variatif juga penting agar siswa dapat mengakses materi literasi sesuai dengan kecepatan dan cara belajar masing-masing.